Bangunan Gedung Peninggalan Belanda di Indonesia – Memang banyak bangunan kolonial peninggalan Belanda di negara kita. Namun itu baru sebagian lho. Aslinya sih hanya beberapa yang bisa selamat dari perkembangan zaman, sementara yang lain kini sudah tak ada lagi alias hanya bisa dikenang lewat foto ataupun lukisan tempo doeloe.
1. Gedung Arsip Nasional
Gedung Arsip Nasional. Gedung ini adalah bekas kediaman gubernur jenderal VOC Reinier de Klerk dan dibangun pada abad ke-18.
Tahun 1900, ada rencana untuk membongkarnya dan membangun pertokoan di tempatnya. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen ("perhimpunan Batavia untuk seni dan ilmu"), yang justru didirikan de Klerk, turun tangan untuk menyelamatkannya. Antara lain, Genootschap menghibahkan mebel yang masih terlihat di gedung itu.
Hingga tahun 1925, gedung ini dipakai departemen Pertambangan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kemudian, tempat tersebut dijadikan Lands archief ("arsip negeri"), yang setelah Indonesia menjadi gedung arsip nasional. Tahun 1992, arsip nasional dipindahkan ke gedung baru di Jalan Ampera di Jakarta Selatan.
Tahun sama, ada kabar angin bahwa gedung lama akan dibongkar keluarga mantan presiden Soeharto untuk membangun pertokoan, seperti pada tahun 1900. Gedung ini diselamatkan sekelompok usahawan Belanda yang mendirikan Stichting Cadeau Indonesia ("yayasan hadiah Indonesia") yang ingin memberikannya sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-50. Yayasan tersebut mengumpulkan dana untuk memugarnya dan menjadikannya sebuah museum.
Pemugaran rampung awal tahun 1998. Tanggal 13 Mei terjadi kerusuhan di Jakarta. Bank yang letaknya di sebelah dibakar, dan Gedung Arsip memperbolehkan karyawan bank berlindung di dalamanya. Para perusuh mengejar mereka ke dalam, tapi diusir para buruh yang masih ada di tempat dan tidak ingin hasil pekerjaan mereka dihancurkan.
Kini, gedung dikelola oleh yayasan tanpa bantuan dari pemerintah dan dijadikan tempat pameran. Kebunnya buka dari pukul 6.00 sampai 18.00. Penduduk setempat diajak memakai kebun tersebut sebagai sarana umum.
2. Gedung Bank Indonesia Lama Padang
Gedung Bank Indonesia Lama Padang atau Gedung Eks Kantor Bank Indonesia Padang, sebelumnya De Javasche Bank Padang, adalah bangunan yang dulunya berfungsi sebagai bank yang terletak di Jalan Batang Arau, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat. Bangunan ini dibangun pada 31 Maret 1921 dan pertama kali digunakan sebagai kantor cabang De Javasche Bank sebelum diambil alih oleh Bank Indonesia (BI) pada 1 Juli 1953. Gedung ini terletak di dekat pinggang Jembatan Sitti Nurbaya, sebuah jembatan yang dibangun melintasi sungai Batang Arau.
Selesai dikerjakan pada tahun 1925, bangunan ini segera menjadi kantor baru De Javasche Bank, menggantikan kantor lama di Jalan Nipah (dekat Pantai Padang). Lokasinya terletak di Jalan Batang Arau, yang pada zaman Hindia-Belanda merupakan kawasan pusat perkantoran, perdagangan, dan militer di Padang. Di jalan ini berdiri berderet bangunan-bangunan tua bekas kantor pemerintahan, perbankan, dan kantor dagang peninggalan VOC.
Pada tahun 1998, bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya bersama beberapa bangunan bersejarah lainnya yang menjadi saksi bisu jejak kolonial yang tertinggal di Padang.
3. Gedung Harmoni
Gedung Harmoni (Belanda: Societeit Harmonie) adalah gedung Belanda yang dulu terletak di ujung jalan Veteran dan Majapahit, kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Gedung ini mulai dikerjakan tahun 1810 dan digunakan sebagai tempat perkumpulan (societeit) dan pesta orang Belanda. Pendirian gedung itu diprakarsai oleh Gubernur Jendral Reinier de Klerk tahun 1776. Gedung ini kemudian dirobohkan pada bulan Maret 1985 karena pertimbangan perluasan jalan.
Sebelum digunakan sebagai tempat perkumpulan, gedung Harmoni merupakan sebuah benteng pertahanan bernama Rijswijk yang terletak di luar kota Batavia untuk menjaga jalan masuk kota dari arah selatan. Benteng Rijswijk kemudian mengalami kerusakan pada kerusuhan Tionghoa 1740. Bertahun-tahun kemudian benteng Rijswijk menjadi tidak terurus.
Pada pemerintahan gubernur Jenderal Daendels tahun 1810, kawasan Harmoni mulai dibenahi termasuk benteng Rijswijk. Daendels memerintahkan Mayor Schultze yang telah merancang istana di lapangan Banteng untuk merancang gedung perkumpulan di Rijswijk. Awalnya, bangunan untuk klub itu berada di Jalan Pintu Besar Selatan. Namun, karena kawasan itu semakin kotor, Daendels memindahkan bangunan tersebut ke pojok Jalan Veteran dan Majapahit.
Pembangunan Daendels kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal Inggris Raffles. Gedung Harmoni secara resmi dibuka pada Agustus 1868 dengan perayaan ulang tahun Ratu Charlotte dari Inggris. Pada bulan Maret 1985, gedung Harmoni dirobohkan untuk pelebaran jalan dan tempat parkir kantor Sekretariat Negara.
4. Gedung Indo Jolito
Gedung Indo Jolito (atau Indo Jalito) adalah salah satu bangunan berarsitektur kolonial peninggalan pemerintah Hindia-Belanda di Indonesia yang terletak di Batusangkar, ibu kota kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Bangunan ini dibangun antara tahun 1822 hingga 1824 sewaktu terjadinya Perang Padri.
Tidak banyak keterangan yang didapatkan mengenai bangunan ini, selain bahwa bangunan ini pernah menjadi kediaman residen Belanda yakni Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen. Bangunan ini kini digunakan sebagai rumah dinas Bupati Kabupaten Tanah Datar dan telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Pembagian ruangannya adalah setengah sisi sebelah barat merupakan ruang tamu dan sisi sebelah timur terbagi dalam dua ruangan, sedangkan bagian belakang merupakan ruangan makan. Tidak jauh dari Gedung Indo Jolito, terdapat Benteng Van der Capellen, yang kini difungsikan sebagai bangunan pusat informasi pariwisata Kabupaten Tanah Datar.
5. Gedung Merdeka
Gedung Merdeka di jalan Asia-Afrika, Bandung, Indonesia, adalah gedung bersejarah yang pernah digunakan sebagai tempat Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika tahun 1955. Kini gedung ini digunakan sebagai museum yang memamerkan berbagai benda koleksi dan foto Konferensi Asia-Afrika yang merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok pertama yang pernah digelar disini tahun 1955.
Bangunan ini dirancang pada tahun 1926 oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Keduanya adalah Guru Besar pada Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandoeng - yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung - ITB), dua arsitek Belanda yang terkenal pada masa itu, Gedung ini kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah ini terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap, ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, sedangkan untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas 7.500 m2.
6. Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto
Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto adalah sebuah gedung yang terletak di Jl. Ahmad Yani No. 4 kota Sawahlunto, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Gedung ini dibangun pada tahun 1910 dengan nama "Gluck Auf" dan memiliki luas 870 meter persegi. Dahulunya gedung ini berfungsi sebagai gedung pertemuan (Societeit). Dimana para pejabat pemerintah kolonial pertambangan berkumpul untuk menghibur diri. Selain itu, gedung ini juga disebut dengan Gedung Bola, oleh karena pada salah satu sisi bangunannya dijadikan sebagai tempat bermain olahraga boling dan biliar bagi para pejabat Belanda di Sawahlunto pada saat itu.
Setelah Indonesia merdeka dan seiring dengan berakhirnya penjajahan Belanda, gedung ini dijadikan sebagai Gedung Pertemuan Masyarakat (GPM). Kemudian juga pernah dijadikan sebagai kantor oleh Bank Mandiri hingga tahun 2005. Setelah dilakukan revitalisai, pada tanggal 1 Desember 2006 bertepatan dengan Ulang Tahun kota Sawahlunto ke 118, gedung ini dijadikan sebagai Gedung Pusat Kebudayaan Kota Sawahlunto yang diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Jero Wacik dan didampingi oleh wali kota Sawahlunto Ir. H. Amran Nur.
7. Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan
Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) merupakan sebuah bangunan bersejarah di kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
Gedung YPK ini berlokasi di Jl. Naripan No. 7 Bandung dan sekarang gedung ini berfungsi sebagai tempat pergelaran pertunjukan seni dan budaya. Gedung ini juga dapat digunakan untuk acara seminar, kongres, pertemuan, bahkan untuk pesta perkawinan atau pesta perpisahan sekolah.
Sejarah
Gedung ini dibangun pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Gedung ini dahulunya berfungsi sebagai Sositet (Balai Pertemuan) yang bernama Ons Genoegen. Dan dahulunya pada gedung ini terdapat tempat main bilyar, catur, main kartu, serta terdapat juga ruang makan dan minum sambil mendengarkan hiburan musik dari band atau orkes masa itu.
Pada zaman pergerakan kemerdekan pada tahun 1930-an, para tokoh politik nasional juga sudah memanfaatkannya untuk vergadering (rapat) atau pun ceramah politik.
8. Geneeskundige Hoogeschool te Batavia
Geneeskundige Hoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Kedokteran) biasa disingkat menjadi GH te Batavia atau GHS yang dibuka sejak 16 Agustus 1927 di Batavia (sekarang Jakarta), adalah perguruan tinggi kedokteran pertama dan lembaga pendidikan tinggi ketiga di Hindia Belanda setelah dibukanya THS Bandung tahun 1920 dan RHS Batavia tahun 1924.
9. Gerbang Amsterdam
Gerbang Amsterdam (Belanda: Amsterdamsche Poort) disebut juga Pinangpoort (Gerbang Pinang) atau Kasteelpoort adalah gerbang sisa peninggalan benteng VOC semasa J.P. Coen. Pada pertengahan abad ke-19, gerbang ini merupakan sisa satu-satunya dari benteng yang dihancurkan dan mulai ditinggalkan semasa gubernur Jenderal HW Daendels. Gerbang ini pernah mengalami beberapa kali pemugaran. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750) pernah merenovasi benteng bagian selatan termasuk gerbang Amsterdam dengan gaya Rococo. Kemudian, sepeninggal Daendels, gerbang ini dipugar pada kurun waktu antara 1830 dan 1840. Patung dewa Mars dan dewi Minerva ditambahkan pada gerbang ini. Kedua patung itu kemudian hilang semasa pendudukan Jepang di Indonesia. sisi gerbang ini dihancurkan seiring dengan mulai beroperasinya trem kereta kuda April 1869 dan keseluruhan bangunan ini dihancurkan sekitar tahun 50-60an seiring dengan pelebaran jalan. Lokasi saat ini gerbang tersebut berada di persimpangan Jalan Cengkeh (Prinsenstraat), Jalan Tongkol (Kasteelweg), dan Jalan Nelayan Timur (Amsterdamschegracht) sekarang. Dalam rencana revitalisasi Kota Tua, replika gerbang ini akan dibuat walaupun tidak diketahui apakah akan berada di tapak yang sama
9. Grand Hotel Preanger
Grand Hotel Preanger adalah hotel 5-bintang terletak di pusat kota Bandung adalah salah satu hotel besar dan tertua di Bandung.
Pada tahun 1884, ketika para Priangan planters (pemilik perkebunan di Priangan ) mulai berhasil dalam usaha pertanian dan perkebunan di sekitar kota Bandung - dahulu bernama Priangan - mereka mulai sering datang untuk menginap dan berlibur ke Bandung. Kebutuhan mereka disediakan oleh sebuah toko di Jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika). Tetapi kemudian toko itu bangkrut, sehingga pada tahun 1897 oleh seorang Belanda bernama W.H.C. Van Deeterkom toko itu diubah menjadi sebuah hotel dan diberi nama Hotel Preanger Kemudian pada tahun 1920 berubah menjadi Grand Hotel Preanger .
Selama seperempat abad Grand Hotel Preanger yang berarsitektur gaya Indische Empire menjadi kebanggaan orang-orang Belanda di Kota Bandung yang kemudian pada akhirnya direnovasi dan didesain ulang pada tahun 1929 oleh Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker dibantu oleh mantan muridnya, Ir. Soekarno (mantan Presiden RI pertama). Namanya kemudian menjadi lebih terkenal, baik di dalam maupun di luar negeri dan menjadi suatu kebanggaan bagi masyarakat pada saat itu bila mereka menginap di hotel tersebut. Grand Preanger mengalami banyak pergantian pengelola, antara lain oleh N.V. Saut, C.V. Haruman, P.D. Kertawisata dan akhirnya pada tahun 1987 hingga kini dikelola oleh PT.Aerowisata.
Sumber Gambar :
http://wonderfulsumbar.blogspot.co.id/2013/08/gedung-pusat-kebudayaan-sawahlunto.html
http://achmadrizal.staff.telkomuniversity.ac.id/2013/03/05/gedung-yayasan-pusat-kebudayaan-jalan-naripan/
0 comments:
Post a Comment